twitter
rss

Ada dua orang calon menantu, dan mereka kembar. Maka dari sisi nasab, mereka berdua sama- sama mulia. Dari segi rupa, mereka sama tampannya. Dalam hal kekayaan mereka sama- sama pas- pasannya. Yang membedakan hanya bahwa yang seorang adalah seorang lelaki yang penuh gairah dan minat, lagi bersemangat, sedang yang lain tampil sebaliknya.
Manakah kira- kira yang diterima sebagai menantu?

Inilah pemuda pertama menghadap calon mertuanya. Dia duduk di kursi tamu seperti tubuh lunglai tak bertulang. Pandang matanya seakan ada di dunia berbeda. “Berapakah mahar,” tanya calon mertua langsung pada pokok bahasan, “yang kau siapkan untuk putri kesayanganku ini, anak muda?”
“Ya...,” ujar sang calon menantu malas- malas ayam, “Paling- paling sih, tujuh ratus ribu!” dia mengusap- ngusap kepala sambil menahan diri agar tak menguap. Gerak- geriknya bagai ulat daun jambu.
“Apa? Tujuh ratus ribu? Tidak bisa, anak muda! Maskawin untuk anak saya ini mesti jutaan! Tujuh ratus ribu? Itu namanya penghinaan!”
“Ya..” kata calon menantu sambil meraup tangan ke muka lalu mengucek mata dengan sudut jari telunjuk. “Cobalah nanti kita lihat saja!” kali ini tubuhnya direnggangkan dengan irama gendhing jawa.
“Tidak ada nanti- nanti, silahkan pergi! Kamu di tolak!”

Berikutnya datanglah calon menantu kembarannya. Pakaiannya cerah. Matanya berbinar. Wajahnya bercahaya. Langkahnya tegap dan yakin. Lambaian tangannya tangkas. Gerakan badannya menerjang udara. Tubuhnya dicondongkan ke depan. Senyumnya mengembang.
Begitu si beliau duduk, sang calon mertua juga langsung bertanya ke pokok persoalan. “Tentang maskawin untuk putriku, Nak,” selidiknya, “Berapa yang kau siapkan?”
“Alhamdulillah, Pak,” Ujar si pemuda dengan mata mengerjap jenaka, “Telah saya kumpulkan semua tabungan, telah saya himpunkan semua simpanan yang terserak. Akhirnya, inilah jumlah akhir dari harta saya, milik terbaik saya yang akan saya jadikan persembahan paling berharga untuk calon istri yang amat saya cintai. Ya Pak. Dengan mengucap Allaahu Akbar. Maharnya adalah... tujuh ratus ribu rupiah, Pak!”
“Tujuh ratus ribu?”
“Siap, Pak! Tujuh ratus ribu! Sebuah angka tujuh yang diikuti lima deret angka nol ! Indah sekali!”
“Tidak bisa, Nak! Mahar untuk anak saya ini nilainnya harus jutaan rupiah!”
“Ow, siap Pak. Insyaallah akan saya ubah maharnya, menjadi setengah juta, masih ditambah lagi dua ratus ribu rupiah! Bagaimana Pak?”
“Bagus Nak! Kamu di terima!”
###
Hehe.. lelucon yang aku dapat dari bukunya Salim A. Fillah^^

Bang Salim pun melanjutkan..
Kisah diatas memang hanya lelucon kecil yang pernah kita temui dalam lawakan. Tetapi bukankah memang begitu? Semangat dan antusiasme seseorang adalah daya unggul yang sulit ditampik. Kita semua cenderung menyukai mereka yang penuh gelora. Kita semua mengelu- elukan mereka yang jiwanya memancarkan gelombang yang hatinya meledak- ledak, yang nuraninya menyala- nyala. Gelora itu memang daya tarik yang susah ditolak.
Apalagi, semangat macam itu menular.
Maka ia menjadi satu daya penting yang mengikatkan kita dengan sesama, dalam dekapan ukhuwah. Ia seakan menjadi investasi yang selalu memberi hasil timbal- balik. Jika di satu waktu kita bersemangat, cobalah menebarkannya kepada orang- orang di sekitar kita dengan senyum manis, wajah cerah, sapaan hangat, dan kalimat- kalimat kebaikan.
Maka, tunggu saja, bahwa akan ada waktu- waktu, dimana semangat yang telah kita sawurkan itu kelak akan membangkitkan kita disaat terpuruk. Ia menyalakan kembali jiwa kita yang redup. Ia datang melalui senyum penuh dukungan dari orang- orang yang kita cintai.
“Janganlah kau anggap remeh kebaikan,” demikian satu hari Sang Nabi bersabda sambil tersenyum, “Meski itu hanya sebentuk wajah manis di hadapan saudaramu.”

Oleh sebab itu kawan, ayo pasang wajah yang manissss dan bilang ccciiiiiiiiiissssssss.... hehe..^=^

0 komentar:

Posting Komentar